a.
Pengertian Model
Pembelajaran
Menurut Syaiful Sagala (2003:175) model diartikan sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat
dipahami sebagai:
1)
suatu tipe atau desain, 2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk
membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati,
3) suatu sistem asumsi, data-data, dan inferansi-inferensi yang dipakai untuk
menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa, 4)suatu desain yang
disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang
disederhanakan, 5) suatu deskripsi dari suatu sistem yangmungkin atau imajiner,
dan 6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat
bentuk aslinya (Komarudin dalam Syaiful Sagala,2003:175) Winataputra dalam
Sugiyanto (2008:7) mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
suatu pengalaman belajar untuk mencapai tujuan dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam membuat rencana dan
melakukan kegiatan pembelajaran. Joyce (Isjoni, 2009:50) mengemukakan bahwa
model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai
pola atau pedoman dalam merencanakan pembelajaran dalam tutorial dan dalam
menentukan suatu perangkat termasuk buku-buku, film, komputer, kurikulum. Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah
suatu rancangan atau prosedur yang sistematis yang dapat digunakan sebagai
panduan dalam merencanakan pembelajaran dengan mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan tertentu.
b.
Model Pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun
pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional. Pembelajaran kooperatif dikenal
dengan pembelajaran secara berkelompok atau gotong royong.
Secara
sederhana, kooperatif berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan
saling membantu satu sama lain sebagai satu tim (Isjoni, 2009: 8). Menurut
Johnson and Johnson dalam Isjoni (2009: 23), pembelajaran kooperatif adalah
mengelompokkan siswa dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama
dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain
dalam kelompok tersebut. Slavin mengemukakan, “ in cooperative learning
methods, students work together in four member teams to master material
initially presented by the teacher”. Dalam pembelajaran kooperatif siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen (Robert Slavin,
2008: 15). Sedangkan menurut Anita Lie ( 2002: 14), pembelajaran kooperatif
adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk
bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh
dikatakan, pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu
kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Spencer
Kagan mengatakan “Cooperative learning is an approach to organizing
classroom activities into academic and social learning experiences. Students
must work in groups to complete the two sets of tasks collectively. Everyone
succeeds when the group succeeds.”. Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu
pendekatan yang mengorganisasikan kelas dalam suatu kelompok-kelompok kecil
untuk melatih kemampuan akademik dan social siswa. Siswa harus bekerja sama
dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas. Siswa akan berhasil jika kelompoknya
juga berhasil (www.KaganOnline.com ) Dari pengertian-pengertian di atas,
pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu
antara satu dengan yang lain, dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok
mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan.
Meskipun
pada prinsipnya pembelajaran kooperatif sama dengan diskusi kelompok, tetapi
tidak semua kerja kelompok dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Menurut
Anita Lie (2002: 31), ada lima unsure yang harus diterapkan dalam pembelajaran
kooperatif yang membedakan dengan kerja kelompok. Lima unsur tersebut anatara
lain:
1)
Saling ketergantungan positif, yaitu guru menciptakan suasana yang mendorong
agar siswa merasa saling membutuhkan
2)
Tanggung jawab perorangan, yaitu setiap siswa mempunyai tanggung jawab yang
sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru
3)
Tatap muka dengan kegiatan interaksi memberikan sinergi yang menguntungkan,
inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memandang kelebihan, dan
mengisi kekurangan masing-masing.
4)
Komunikasi antar anggota sangat perlu digali untuk memberi semangat dan
memperkaya pengalaman belajar, pembinaan perkembangan mental dan emosional
5)
Evaluasi proses kelompok untuk mengetahui tingkat partisipasi dan kerjasama
setiap anggota, saling membantu dan medengarkan atau memberikan saran satu dan
lainnya.
c. Tujuan Model
Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai beberapa
tujuan pembelajaran antara lain seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim
(http://anwarhalil. blogspot. com) yaitu:
1)
Untuk meningkatkan kinerja siswa dalam mengerjakan tugas-tugas akademik.
2)
Memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk
bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama.
3)
Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Depdiknas dalam
(http://ipotes.wordpress.com) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif
mempunyai tujuan sebagai berikut:
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing
Model
pembelajaran Kooperatif tipe Kancing Gemerincing di kembangkan oleh Spencer
Kagan (1992). Model ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia peserta didik.
Dalam
kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan
kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan atau
pemikiran dari anggota lain. Keunggulan lain dari model ini adalah untuk
mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.
Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak
bicara. Sebaliknya, juga ada anggota yang pasif dan bergantung pada rekannya
yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam
kelompok tidak bisa tercapai karena anggota yang pasif hanya bergantung pada
rekannya. Model Kooperatif tipe Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap
siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. Langkah kegiatan
pembelajaran dengan model Kooperatif tipe Kancing Gemerincing menurut Anita Lie
( 2002: 64 ) adalah sebagai berikut:
1)
Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (dapat juga
diganti dengan biji sawo, batang lidi, sendok es krim, sedotan dll)
2)
Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing kelompok
mendapatkan dua atau tiga buah kancing ( jumlah kancing tergantung pada sukar
tidaknya tugas yang diberikan ).
3)
Setiap kali seorang siswa berbicara, mengeluarkan pendapat atau menjawab
pertanyaan, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di
tengah-tengah.
4)
Jika kancing yang dimiliki siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai
semua rekannya juga menghabiskna kancing mereka.
5)
Jika semua kancing telah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh
mengambil kesepakatan untuk membagi kancing lagi dan mengulang prosedurnya
kembali.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.
0 komentar:
Posting Komentar